Berkunjung ke Lampung jangan melewatkan kunjungan Anda ke Taman
Nasional Way Kambas (TNWK). Taman Nasional ini berdiri sejak tahun 1998
merupakan tempat penangkaran badak Sumatera untuk upaya melindungi kelestarian
populasi badak Sumatera di dunia. Terdapat empat ekor badak di penangkaran
ini, satu ekor jantan yang didatangkan dari Amerika Serikat, badak jantan
bernama Andalas dan tiga ekor betina, masing-masing Bina, Ratu dan Rosa.
Taman Nasional Way Kambas, perwakilan ekosistem hutan dataran
rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang atau
semak belukar dan hutan pantai di Sumatera. Untuk mencapai lokasi TNWK, dapat
melalui Bandar Lampung-Metro-Way Jepara. Menggunakan mobil, sekitar dua jam
dengan jarak tempuh 112 kilometer, Branti-Metro-Way Jepara sekitar satu jam 30
menit dengan jarak tempuh 100 kilometer, Bakauheni-Panjang-Sribawono-Way Jepara
sekitar tiga jam dengan jarak tempuh 170 kilometer dan Bakauheni-Labuan
Meringgai-Way Kambas sekitar dua jam.
Taman Nasional Way Kambas, satu dari dua kawasan konservasi yang
berbentuk taman nasional di Provinsi Lampung, selain Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS), yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan
TNWK mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 hektar.
Secara gaeografis, Taman Nasional Way Kambas berada di bagian
tenggara Pulau Sumatera di wilayah Provinsi Lampung. Tahun 1924, kawasan hutan
Way Kambas (Lampung Timur) dan Cabang (Lampung Tengah) disisihkan sebagai
daerah hutan lindung, bersama-sama dengan beberapa daerah hutan yang tergabung
didalamnya.
Namun demikian, setelah ditetapkannya sebagai kawasan suaka marga
satwa hampir selama dua puluh tahun, terutama periode 1968 – 1974, kawasan ini
mengalami kerusakan habitat cukup berat, yaitu ketika sebagian wilayahnya
dibuka untuk Hak Pengusahaan Hutan, kawasan tersebut beserta segala isinya
termasuk satwa, banyak mengalami kerusakan.
Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun
1936 oleh Resident Lampung, Mr. Rookmaker dan disusul dengan Surat Keputusan
Gubernur Belanda tanggal 26 Januari 1937 Stbl 1937 Nomor 38. Pada
tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam
(KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan
Pelestarian Alam (SBKPA).
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dirubah menjadi Kawasan Konservasi
Sumber Daya Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Tahun
1985, dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal
12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989, bertepatan dengan Pekan Konservasi
Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan Taman Nasional
Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 hektar.
Kemudian, tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan
nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman
Nasional Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi
Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 Maret 1997, Sub Balai Konsevasi Sumber Daya
Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas.
Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan pelestarian
alam, untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya
tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), enam
jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak),
harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak Sumatera, saat itu
belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu pertimbangan yang
dipergunakan sebagai dasar penetapannya.
Dari jenis satwa itu, sampai dengan saat ini keberadaannya masih
terjaga dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu
tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau
Sumatera (Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang
madu.
Sedangkan, jenis tumbuhan di taman nasional tersebut, antara lain
api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratiasp.), nipah (Nypa fruticans),
gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion
borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti
(Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis) dan ramin (Gonystylus
bancanus).
Didalam Taman Nasional Way Kambas, saat ini setidaknya memiliki 50
jenis mamalia, antara lain badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis
sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus
sumatrensis), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung,
diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia
episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru
(Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga
melanogaster), berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan dan insekta.
Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah, yang
terletak 9 kilometer dari pintu gerbang Plang Ijo, dapat dijadikan sebagai
gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah. Pada pusat latihan
gajah tersebut, dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar,
menyaksikan atraksi gajah main bola, menari, berjabat tangan, hormat,
mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi
lainnya. Pusat latihan gajah ini didirikan pada tahun 1985. Sampai saat
ini telah berhasil mendidik dan menjinakan gajah sekitar 290 ekor.
Beberapa lokasi atau obyek yang menarik untuk dikunjungi di TNWK,
antara lain Pusat Latihan Gajah Karangsari, atraksi gajah Way Kambas. Untuk
kegiatan berkemah di Way Kanan. Penelitian dan penangkaran badak Sumatera
dengan fasilitas laboratorium alam dan wisma peneliti, Rawa Kali Biru, Rawa
Gajah dan Kuala Kambas. Menyelusuri sungai Way Kanan, pengamatan satwa, seperti
bebek hutan, kuntul, rusa, burung migran, padang rumput dan hutan mangrove. (*)
Post a Comment